Hardjuno Wiwoho Nilai Keputusan DPR Masukkan RUU Tax Amnesty ke Prolegnas Janggal
“Ini adalah bentuk ketidakadilan di negara ini. Orang kaya diusulkan untuk mendapat Tax Amnesty, sementara rakyat jelata justru dibebani pajak yang semakin tinggi,” ucap dia.
Tidak hanya mengkritik soal RUU Pengampunan Pajak, Hardjuno juga menyuarakan kegelisahannya terkait kontroversi dalam fit and proper test pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu calon pimpinan KPK yang terpilih secara terbuka menyatakan keinginannya untuk menghapuskan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Ironisnya, pernyataan tersebut justru mendapat tepuk tangan dari anggota DPR, padahal menurut Hardjuno, OTT merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam memberantas korupsi.
“OTT telah menjadi bukti keseriusan lembaga penegak hukum, termasuk KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, dalam memberantas korupsi,” ujarnya.
Hardjuno menyebutkan OTT yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap seorang mantan hakim Mahkamah Agung (MA) dengan barang bukti suap sebesar Rp1 triliun.
“Langkah ini menunjukkan bahwa OTT tidak hanya efektif, tetapi juga mengirimkan pesan moral bahwa hukum bisa menyentuh siapa saja,” katanya.
Menurutnya, keputusan DPR yang tidak memprioritaskan RUU Perampasan Aset semakin melemahkan komitmen pemberantasan korupsi. Padahal, regulasi ini bisa mempercepat proses pengembalian aset negara yang telah dikorupsi.
“RUU ini penting untuk memastikan keadilan. Hasil korupsi harus dikembalikan kepada rakyat, bukan dibiarkan menjadi aset pribadi yang dinikmati segelintir orang,” tuturnya.
Hardjuno memberikan kritik terkait langkah DPR yang masukan RUU pajak ke Prolegnas 2024.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News