Pengamat Nilai Perlunya Regulasi Kuat Terapkan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan
jatim.jpnn.com, SURABAYA - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai wacana penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan diperlukan regulasi yang kuat.
Regulasi khusus itu diperlukan agar penerapan NCB dapat berjalan efektif. Sebab, saat ini sebagian besar perampasan aset diatur dalam kerangka hukum pidana melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Namun, mekanisme ini mensyaratkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum aset dapat dirampas.
“Dalam banyak kasus, kondisi seperti meninggalnya pelaku atau kurangnya alat bukti sering kali menghambat proses hukum pidana. Di sinilah NCB menjadi relevan karena memungkinkan negara untuk merampas aset tanpa harus menunggu pelaku dinyatakan bersalah,” jelas Hardjuno, Selasa (17/12).
Menurutnya, regulasi NCB membutuhkan pendekatan hukum perdata yang terpisah dari hukum pidana.
“Jika digabungkan dengan UU Tipikor, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih yang menghambat implementasi NCB,” katanya.
Meski potensial, Hardjuno menyoroti beberapa tantangan dalam penerapan NCB. Salah satunya adalah resistensi politik dan birokrasi.
“Banyak kasus korupsi melibatkan aktor-aktor dari sektor politik dan birokrasi, yang bisa saja menghambat pelaksanaan instrumen ini. Dibutuhkan keberanian politik dan komitmen yang kuat dari pemerintah,” ucapnya.
Penerapan perampasan aset tanpa pemidanaan diperlukan regulasi yang kuat
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News