Najwa Shihab, Jilbab, dan Ide Socrates

Sabtu, 08 Mei 2021 – 14:01 WIB
Najwa Shihab, Jilbab, dan Ide Socrates - JPNN.com Jatim
Najwa Shihab. Foto: Dedi Yondra/JPNN.com

Islam politik membawa aspirasi kuat untuk menjadi dasar negara yang diperdebatkan dengan sangat keras oleh para founding fathers menjelang kemerdekaan Indonesia, 1945.

Pancasila diterima sebagai dasar negara dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ditaruh di posisi tertinggi, nomor satu. Namun, itu belum cukup.

Kalangan Islam masih minta supaya ada tambahan tujuh kata 'dan kewajiban menjalankan syariah bagi pemeluk Islam'. Tujuh kata itu seperti 'seven magnificent' yang menjadi perdebatan keras dan mengancam kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia yang bersatu.

Seven magnificent itu dihapus dengan berat hati dan uraian air mata kesedihan. Ada sense of defeat, rasa terkalahkan yang pahit.

Namun, momentum kemerdekaan tidak boleh hilang. Yang penting merdeka dulu, yang penting punya dasar negara dulu. Lain-lainnya diselesaikan belakangan.

Maka, ada kalimat 'hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l.' dalam naskah proklamasi. Dan lain-lain (d.l.l.) itu apa saja, nanti diurus belakangan.

Sampai sekarang 'd.l.l.' itu tetap menjadi dll yang belum tuntas, dan tujuh kata yang hilang itu hanya hilang dari atas kertas, tetapi tidak benar-benar hilang dari aspirasi poltik Islam dan menjadikannya sebagai dasar identitas. Ketika muncul pemicu kecil seperti SKB itu maka perdebatan muncul dan memanas lagi.

Ilmuwan Francis Fukuyama menegaskan bahwa politik identitas memperjuangkan tuntutan akan kehormatan sekaligus cerminan dari gerakan perlawanan terhadap ancaman dari luar.

Gus Dur, Nurcholis Madjid alias Cak Nur, dan Prof Quraish Shihab menerima serangan pribadi yang sama, yakni soal jilbab.
Facebook JPNN.com Jatim Twitter JPNN.com Jatim Pinterest JPNN.com Jatim Linkedin JPNN.com Jatim Flipboard JPNN.com Jatim Line JPNN.com Jatim JPNN.com Jatim

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News