Pakar & Petani Tembakau Protes PP 28/2024, Kretek Terancam Hilang
"Industri rokok selama ini memodifikasi kadar tar dan nikotin menggunakan filter dengan kerapatan tertentu dan kertas yang digunakan," katanya.
Namun, jika kedua teknik itu sudah mentok, mereka akan menyerap tembakau-tembakau yang kadar nikotinnya lebih rendah agar bisa memenuhi aturan yang diterapkan. Akibatnya, serapan tembakau petani akan menurun.
"Dampaknya tidak hanya mengurangi atau bahkan menghilangkan pendapatan petani tembakau, tetapi juga industri rokok yang memiliki ribuan bahkan jutaan karyawan juga akan ikut terdampak," ucapnya.
Prof Djajadi mencontohkan, di Lombok Timur bagian selatan yang dulunya rawan, menjadi daerah yang aman setelah warganya menanam tembakau. Mereka yang dulu tidak memiliki penghasilan kini mendapatkan hasil dari tembakau.
“Petani tembakau lebih banyak mandirinya. Petani tembakau saja tidak mendapat pupuk subsidi. Jadi, aturan itu harus dilihat secara menyeluruh. Bukan melarang sepenuhnya. Mematikan itu namanya,” tuturnya.
Di sisi lain, para petani tembakau di Jember merasa khawatir dengan implementasi PP 28/2024 ini nantinya bisa membunuh mata pencaharian mereka. Mereka mendesak agar regulasi tersebut segera direvisi karena dinilai dapat mematikan industri tembakau yang telah lama menjadi andalan ekonomi daerah tersebut.
Komoditas tembakau disamakan dengan zat adiktif berbahaya dalam regulasi ini, yang menurut mereka adalah kebijakan yang tidak adil.
"Kami, petani tembakau yang tergabung dalam APTI Jember, menolak peraturan yang berupaya menerapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," ujar Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember, Suwarno.
PP 28/2024 diprotes, petani dan pakar sebut tembakau lokal terancam dengan tembakau impor.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News