Membesarkan Kartini di Era Modern: Kisah Firman Talkah dan 3 Putri Profesornya

Adik mereka, Prof Dr Aktieva Tri Tjitrawati, S.H., M.Hum juga menyusul menjadi guru besar di bidang hukum kesehatan dan lingkungan internasional.
“Kami ini perempuan-perempuan yang sangat logis. Cara berpikir kami seperti laki-laki karena didikan bapak. Disiplin, tegas, tetapi sangat penuh kasih,” tutur Anggraini.
Kedekatan mereka dengan sang ayah bukan sekadar soal nilai. Eva sapaan akrab Aktieva Tri Tjitrawati mengungkap saat masa kecil ketika vaksinasi dia bersama dua saudarinya digendong secara bersamaan ke klinik.
Kedekatan mereka terus terjaga hingga dewasa, bahkan terasa seperti teman sebaya antara orang tua dan anak.
"Saat kuliah, kami biasa menelepon bapak dari luar negeri. Rasanya harus cerita, kayak teman. Kalau kami pulang malam, bapak akan menunggu di balik pagar—tanpa marah, cukup diam, tetapi itu membuat kami sungkan. Itu cara beliau mendidik," ucap Eva.
Firman Talkah tahu benar pentingnya lingkungan. Tinggal di Kampung Malang yang keras—penuh judi dan mabuk—membuatnya memindahkan keluarga ke kawasan Mulyosari, demi masa depan yang lebih baik.
“Bapak tidak mau kami tumbuh dalam lingkungan seperti itu, tetapi kami juga bersyukur karena hidup di Kampung Malang membuat kami melihat langsung perjuangan hidup. Kami paham betul bagaimana naik kelas sosial itu bukan hal mudah," kata Eva.
Kini, tiga putri Firman Talkah menjadi simbol keberhasilan pendidikan, kerja keras, dan cinta tanpa syarat.
Dengan nilai hidup, cinta, & disiplin, Firman Talkah menciptakan ruang bagi anak-anak perempuannya tumbuh & berprestasi. Refleksi modern perjuangan RA Kartini.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News