Soroti RKUHAP, Akademisi Unair dan UMM Ingatkan Risiko Tumpang Tindih

jatim.jpnn.com, SURABAYA - Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terkait kewenangan kejaksaan dalam penyidikan terus menjadi topik perdebatan di kalangan akademisi dan pakar hukum.
Mereka menilai kewenangan yang diberikan dalam RKUHAP berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dalam penegakan hukum, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat dalam hal kepastian hukum.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair Prof Dr Bagong Suyanto, Drs., MSi., menekankan pentingnya diferensiasi fungsional dalam sistem penegakan hukum sebagai bagian dari pembagian kekuasaan.
“Pembagian kekuasaan agar tidak terjadi personalize pada orang atau lembaga tertentu. Apabila terjadi akumulasi kekuasaan akan membuat orang atau lembaga cenderung otoriter dan tidak ada kontrol," jelas Prof Bagong, Kamis (27/3).
Senada dengan itu, Wakil Direktur 3 Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Unair Prof Dr Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum., mengatakan kepolisian memiliki kewenangan penyidikan yang diatur secara atributif dalam konstitusi.
"Kepolisian adalah kewenangan konstitusional, dalam diferensiasi fungsional yang secara general rule penyidikan tetap ada pada kepolisian," ungkapnya.
Pandangan serupa juga diutarakan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Prof Dr Tongat, S.H., M.Hum.
Dia menekankan diferensiasi fungsional sangat penting agar setiap aparat penegak hukum memahami batas kewenangannya masing-masing.
3 Akademisi menyoroti RKUHAP, tanpa diferensiasi fungsional bisa menyebabkan satu lembaga otoriter dan tak terkontrol.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News