Massa di Sidoarjo Tuntut Kejelasan HGB Laut, Dinilai Rugikan Nelayan
Rizal menjelaskan aspirasi terkait HGB di laut Sidoarjo, sudah mendapatkan tanggapan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.
Dia menyampaikan terdapat dua mekanisme yang harus ditempuh terkait HGB laut yang saat ini berubah menjadi wilayah perairan akibat abrasi.
“Jangka waktu HGB di wilayah tersebut akan berakhir pada 2026 dan tidak akan diperpanjang. Kedua, itu sudah tanah musnah," jelasnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Pasal 40, salah satu alasan dihapusnya HGB jika tanah tersebut musnah dan saat ini area tersebut menjadi laut.
Selain itu, wilayah tersebut awalnya merupakan tambak yang terkena abrasi sehingga tanahnya hilang dan berubah menjadi lautan. Investigasi yang telah dilakukan menunjukkan tanah tersebut hilang karena abrasi dan haknya berakhir pada 2026.
“Sekarang di sana tidak ada apa-apa, tidak ada pemagaran, nelayan bebas lalu lalang tanpa gangguan. Jadi, tidak mungkin ada usulan perpanjangan HGB, apalagi tanah tersebut telah tercatat sebagai lautan,” tuturnya.
Munculnya HGB seluas 656 hektare di laut Kabupaten Sidoarjo itu ternyata milik dua perusahaan yang terbagi dalam tiga dokumen.
Adapun tiga dokumen itu dua di antaranya milik PT Surya Inti Permata dan satu milik PT Semeru Cemerlang.
Sejumlah massa GPS meminta kejelasan status HGB laut di pesisir Sidoarjo yang dinilai merugikan nelayan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News