Aturan Penjualan Elpiji 3 Kg Berubah-Ubah, Solusi Atau Masalah Baru?
Sebagai perbandingan, dia mencontohkan kebijakan subsidi Pertalite yang diterapkan secara bertahap melalui penggunaan barcode. Saat Pertalite mulai dibatasi, ada masa transisi yang cukup panjang.
"Awalnya masih ada kelonggaran, baru setelah beberapa bulan aturan diperketat. Sekarang, tanpa barcode, orang tidak bisa mengisi Pertalite. Itu contoh bagaimana kebijakan bisa diterapkan tanpa menimbulkan kegaduhan,” tuturnya.
Namun, dia menekankan bahwa subsidi elpiji berbeda dengan bahan bakar kendaraan. Jumlah pengguna elpiji jauh lebih banyak. Mulai dari rumah tangga hingga pedagang kecil, seperti penjual makanan keliling.
"Jadi, sistemnya harus lebih fleksibel dan mudah dijangkau oleh semua kalangan,” katanya.
Dia juga menyoroti dari sisi distribusi, dampak juga dirasakan oleh pengecer. Omzet mereka pasti berkurang kalau elpiji subsidi hanya boleh dibeli di pangkalan resmi.
"Kalau sistemnya bisa memastikan harga lebih stabil dan distribusi lebih transparan, dampaknya bisa positif dalam jangka panjang,” kata dia.
Menurutnya, solusi terbaik untuk distribusi elpiji subsidi adalah menerapkan pendekatan bertahap. Dimulai dari beberapa wilayah dulu sebagai uji coba, sebelum diterapkan secara nasional.
Subsidi yang tepat sasaran memang penting, tetapi lebih penting adalah sistemnya harus berbasis data dan mempertimbangkan kesiapan masyarakat,” pungkasnya. (mcr12/jpnn)
Pakar bidang bisnis dari PCU menilai aturan penjualan elpiji 3 kg yang berubah-ubah mencerminkan tantangan dalam mengatur subsidi.
Redaktur & Reporter : Arry Dwi Saputra
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News