Kedelai Impor Melambung Harganya, Perajin Tempe Tetap Tak Mau Beralih ke Bahan Baku Lokal
jatim.jpnn.com, JEMBER - Harga kedelai impor yang melonjak membuat perajin atau pembuat tempe dan tahu di Jember kalang kabut. Kendati demikian, mereka tidak ingin beralih menggunakan kedelai lokal.
Puluhan perajin tempe di Lingkungan Kedung Piring, Kelurahan Tegalbesar, Jember mengeluhkan kenaikan tajam harga bahan baku kedelai impor selama sebulan terakhir.
"Kami kesulitan untuk memproduksi. Namun di sisi lain, kami harus tetap memproduksi karena banyak pedagang yang memesan tempe untuk dijual kembali," kata Zaenal Arifin, seorang perajin setempat, Senin (28/2).
Dia mengatakan kedelai impor yang biasa mereka gunakan untuk membuat tempe tidak bisa digantikan dengan panen bahan baku lokal karena kualitasnya tidak sama.
Menurutnya, bila dipaksakan menggunakan kedelai lokal, dapat berdampak pada tempe yang dihasilkan.
"Apabila menggunakan kedelai impor, tempe bisa tahan selama tiga hari, sementara kalau pakai kedelai lokal, kadang-kadang sehari sudah tumbuh jamur dan tidak bisa dimasak," tuturnya.
Walakhir, para perajin di tempatnya terpaksa mengatur strategi dengan memperkecil ukuran tempe dan tidak menaikkan harganya..
"Mengurangi ukuran tempe itu dianggap lebih baik karena biasanya pembeli akan mengeluh jika harga tempe dinaikkan, apalagi kondisi pandemi seperti ini," ujarnya.
Alasan perajin tempe tak ingin beralih ke pemakaian kedelai lokal kendati bahan baku impor melonjak harganya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News