Cecak Ditelan Buaya
Konflik itu praktis berakhir pada 2019 ketika jenderal polisi Komjen Firli Bahuri terpilih sebagai ketua KPK. Sang buaya sudah berhasil sepenuhnya menaklukkan si cecak.
Bersamaan dengan itu legislatif melakukan amendemen atas UU KPK. Amendemen UU itu menghilangkan beberapa kewenangan KPK yang membuat para tikus koruptor merasa ngeri, yaitu penyadapan dan penggeledahan.
Keinginan SBY yang tidak mau KPK too powerful and left unchecked pun keturutan dengan dibentuknya Dewan Pengawas. Kewenangan KPK untuk mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) disambut dengan kepalan tangan dan teriakan 'yes' oleh Sjamsul Nursalim dan calon penerima SP3 lainnya.
Penyadapan dan penggeledahan harus seizin Dewan Pengawas. Ini membuat kerja KPK lambat dan memudahakan targetnya lolos.
Kasus Harun Masiku dan hilangnya barang bukti dugaan penggelapan pajak di Kalsel menjadi bukti keterlambatan gerak itu. Meski begitu, KPK masih bisa mendapat dua tangkapan kelas kakap, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari Gerindra dan Menteri Sosial Juliari Batubara dari PDIP.
Dua partai penguasa itu dibikin malu oleh gerakan KPK. Dalam kasus korupsi bansos, dana haramnya disebut mengalir sampai jauh ke 'anak pak lurah', anggota DPR, dan sampai 'madame bansos'.
Semuanya masih misterius sampai sekarang, bahkan dua nama yang sebelumnya muncul di BAP mendadak raib.
Ternyata masih banyak cecak-cecak pemberani di KPK yang belum dibersihkan. Mereka disebut secara serampangan sebagai 'faksi taliban', sebuah sebutan yang diasosiasikan kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
Tes wawasan kebangsaan di KPK, mungkin, akan menjadi episode terakhir pertarungan cecak vs buaya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News