Jawa Timur Tanpa KPK
![Jawa Timur Tanpa KPK - JPNN.com Jatim](https://cloud.jpnn.com/photo/jatim/news/watermark/2021/05/10/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidayat-menjadi-tersangka-kasus-dugaan-pvzjl.jpg)
Raja-raja kecil itu naik ke kekuasaan itu melalui pemilihan kepala daerah langsung. Pada saat itulah mereka bersaing dengan segala cara kotor termasuk jual beli suara, vote buying, dan politik uang atau money politics.
Salah satu sumber dana yang paling banyak tersedia untuk membiayai operasi politik ini adalah para bandar politik yang bisa dimintai dana dengan imbalan proyek.
Jual beli demokrasi ini disorot oleh Edward Aspinall dan Ward Berenschot dalam “Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and State in Indonesia” (2019). Biaya politik menjadi sangat mahal karena partai politik meminta mahar yang mahal untuk membayar tiket pencalonan.
Biaya makin mahal karena ada operasi vote buying, jual beli suara, dan money politics yang dioperasikan oleh tim sukses yang biasanya menagih imbalan setelah calonnya sukses.
Praktik klientelisme seperti ini menjadi praktik standar yang berlaku di seluruh Indonesia. Mahfud MD menyebut 92 persen pilkada di Indonesia dibandari cukong.
Setelah yang dijagokan menang, sang cukong minta imbalan proyek. Inilah yang menyebabkan terjadinya korupsi kebijakan dengan menggadaikan proyek-proyek pemerintah kepada cukong.
Bayar modal kepada para cukong dan balas budi kepada tim sukses inilah yang menjerat para kepala daerah di Jawa Timur yang dicokok KPK. Mungkin Novi termasuk salah satunya.(*)
Otonomi daerah menjadikan para penguasa daerah seperti raja-raja kecil yang nyaris menguasai anggaran daerah secara mutlak.
Redaktur & Reporter : Antoni
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News