Novi
Akan tetapi jika tidak ada api mustahil ada asap. Wakil Bupati Djumadi Marhaen juga ikut diperiksa di Polres Nganjuk, tetapi tidak terbukti terkait dengan aktivitas palak memalak jual beli jabatan itu.
Baca Juga:
OTT Novi terjadi bersamaan dengan ramainya isu 75 pegawai KPK yang tidak lolos uji wawasan kebangsaan. Selain penyidik Novel Baswedan yang dikabarkan tidak lolos ujian, ada Harun Al Rasyid, penyidik yang juga dikabarkan tidak lulus ujian.
Harun Al Rasyid inilah yang memimpin operasi OTT di Nganjuk. Ini membuktikan untuk sementara ini KPK masih punya sisa-sisa taring.
Kalau Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, dan kawan-kawannya -yang disebut sebagai faksi Taliban di KPK- dipecat karena tidak lolos uji wawasan, berita OTT mungkin makin jarang kita dengar dan tradisi pengumuman Jumat Keramat di KPK akan hilang sehingga tinggal menjadi Jumat Keramas.
Menjadi bupati Nganjuk sama saja dengan duduk di kursi panas. Sebelum Novi dicokok KPK, Taufiqurrahman yang menjadi bupati Nganjuk periode 2013-2018 juga ditangkap KPK. Tidak tanggung-tanggung, Taufiq ditangkap dua kali berturut-turut pada 2016 dan 2017.
Taufiqurrahman saat itu tidak ditangkap di Nganjuk, melainkan di DKI Jakarta. Dia ditangkap tim satgas KPK usai menghadiri pertemuan yang digelar Presiden Joko Widodo.
Saat itu, Jokowi memang tengah mengumpulkan para kepala daerah di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, Jokowi mengingatkan kepala daerah tak sembarangan menggunakan uang rakyat.
Alih-alih mendengar wejangan dari Jokowi, Taufiqurrahman malah menerima suap usai menghadiri pertemuan tersebut. Akibat kenekatannya itu Taufiq divonis tujuh tahun penjara. Kalau Novi terbukti menerima suap dia bisa bereuni dengan Taufiq di Medaeng.
Penangkapan Novi di Nganjuk membuktikan bahwa kursi panas kepala daerah di Jawa Timur bisa menjebak siapa saja, baik dia seorang ulama maupun hafiz Alquran.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News