Kenaikan PPN 12 Persen Diambil Pada Waktu Kurang Tepat, Begini Penjelasan Pakar
Menurut Hery, upaya menurunkan suku bunga juga tidak mudah dilakukan karena adanya tekanan pasar uang yang sangat kuat.
Dia mengingatkan pelemahan rupiah yang kini menembus angka Rp 15.900 berisiko memicu inflasi dari barang-barang impor.
Di penghujung tahun 2024, diperkirakan akan ada lonjakan permintaan yang bisa memicu inflasi, ditambah dengan datangnya bulan Ramadhan yang biasanya memicu peningkatan kebutuhan barang-barang pokok.
“Permintaan menjelang akhir tahun dan Ramadhan akan meningkatkan tekanan inflasi, terutama untuk barang-barang yang masih bergantung pada impor, seperti beras, kedelai, dan daging. Ini akan makin menyulitkan daya beli masyarakat,” kata Pakar Ekonom Ubaya tersebut.
Hery mengakui bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN tersebut sebenarnya bisa dimaklumi, mengingat upaya pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB dari 8,3 persen pada 2000 menjadi 10,4 persen pada 2022.
Menurutnya, pemerintahan sebelumnya telah melakukan banyak ekspansi ekonomi yang didanai dengan pendapatan non-pajak, termasuk utang sehingga pemerintahan sekarang, di bawah Prabowo, tidak memiliki cukup ruang fiskal untuk melakukan ekspansi lebih besar guna mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen.
Sebagai langkah antisipasi, Hery memberikan beberapa saran untuk pengusaha agar bisa mengurangi beban dari kenaikan PPN.
Dia menyarankan agar pengusaha melakukan restrukturisasi pengadaan barang tahun ini, serta melakukan hedging untuk impor barang yang akan dilakukan pada tahun depan agar terhindar dari risiko fluktuasi nilai tukar dolar AS.
Kenaikan PPN 12 persen dinilai tepat guna, tetapi bisa menekan daya beli masyarakat.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News