Kenaikan PPN 12 Persen Diambil Pada Waktu Kurang Tepat, Begini Penjelasan Pakar
jatim.jpnn.com, SURABAYA - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang rencananya akan berlaku pada tahun 2025 menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang khawatir jika kebijakan ini bakal semakin menekan daya beli masyarakat yang saat ini masih terbatas.
Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) Aluisius Hery Pratono, Ph.D., menyebut keputusan pemerintah ini diambil pada waktu yang kurang tepat.
Hery mengungkapkan saat ini daya beli masyarakat masih sangat rendah, ditambah dengan suku bunga yang masih tinggi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tercatat hanya berkisar di angka lima persen didorong sektor konstruksi, yang dinilai rentan terhadap potensi gelembung ekonomi.
Sementara itu, sektor manufaktur yang seharusnya menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, justru belum kuat.
“Ini bukan saat yang tepat untuk menaikkan PPN. Masyarakat masih banyak yang membutuhkan pembiayaan untuk keluar dari jebakan kemiskinan, terutama bagi kalangan menengah yang hanya memiliki pendapatan sedikit di atas UMR,” jelasnya.
“Mereka yang bekerja di sektor informal dan tidak memiliki akses ke sistem keuangan formal terpaksa bergantung pada pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhan hidup,” imbuh dia.
Baca Juga:
Hery menyoroti kenaikan PPN ini dilakukan di tengah pemulihan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih sejak pandemi. Meski inflasi Indonesia pada Oktober 2024 tercatat cukup rendah, yakni 1,7 persen, hal ini lebih disebabkan oleh daya beli yang masih lemah, bukan karena keberhasilan pemulihan ekonomi.
“Inflasi memang rendah, tetapi itu lebih karena daya beli masyarakat yang belum pulih. Inflasi yang rendah saat ini tidak mencerminkan kekuatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan,” tuturnya.
Kenaikan PPN 12 persen dinilai tepat guna, tetapi bisa menekan daya beli masyarakat.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News