Belum Sempat Menjadi Raja, Gajah Dumbo Mati di KBS
Wisnu mengatakan gajah berusia nol sampai sepuluh tahun rentan terkena EEHV. Dia menyebut virus dengan daya bunuh sangat tinggi itu eksotik.
“Sama kayak Covid-19, pertama kali muncul banyak yang mati, tetapi lama-kelamaan akan banyak yang sembuh juga karena perawatan yang intensif,” ujarnya.
Sampai saat ini, belum ada dokter maupun ilmuwan yang menemukan obat untuk menyembuhkan gajah terjangkiti EEHV. Beruntungnya, virus tersebut hanya bisa menular ke hewan yang sama.
“Penyakitnya enggak bisa menular ke hewan lain, hanya sesama gajah saja. Makin muda, makin rentan. Sifat-sifat penyakitnya kayak begitu,” jelas pria yang aktif di Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) itu.
Asal EEHV juga belum diketahui. Virus itu dianggap membingungkan karena bisa saja ditularkan oleh orang yang merawat gajah sebelumnya.
Wisnu mengingat sebuah perkataan para ahli bahwa gajah Asia dan Afrika sebagai pembawa virus EEHV. Ketika gajah itu tinggal di alam liar, virus bisa datang dari mana saja.
“Kalau hidupnya di tengah hutan, bisa terkena virus dari mana saja dan itu tidak bisa diketahui,” kata Wisnu.
Pria yang pernah menjadi konsultan World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia itu berasumsi bahwa virus bisa saja sudah ada di dalam tubuh Dumbo. Hasil autopsi menunjukkan dagu Dumbo membengkak, selaput lendir di belalainya pucat atau kebiruan.
Kematian gajah Dumbo di KBS mengundang duka bagi masyarakat Surabaya. Sebagian pihak pun mempertanyakan penyebab kematian satwa tersebut.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jatim di Google News